Selasa, 31 Januari 2012

Nyebur dulu baru digugu

Sebuah sms masuk, kelip-kelip .... begitulah bunyi sms itu,
Ditengah sebuah ruang yang lapang, dengan klasa (alas yang terbuat dari semacam bahan plastik yang dianyam) menjadi penghangat ditengah dinginnya malam. Sebagai pelapis dingin yang menusuk dari lantai, duduk bersimpuh mendengarkan penuturan dari sesepuh sinomam putri.
“Ya, giliran selanjutnya” pintanya
Segera semua mata tertuju pada yang mendapat giliran
Meniko mbah, kulo dipun kengken bu a ngaturaken dhaharan, kegem panjenengan” tutur seorang peserta diruang itu
Ditemani dengan lampu kuning yang menerangi, ku mulai menekan-nekan tombol kotak kecil yang selalu ku bawa kemanapun aku pergi, send,,, dan sms itupun terkirim. Lalu kulanjutkan menyimak diskusi malam itu,,,
# # #
Tiba giliranku, sebagai peserta yang datang terlambat, karena harus menunggu teman yang ternyata ketiduran, tiba-tiba tidak bisa berkata-kata, kalimat yang seharunya lancar diucapakan karena sering disuruh ibu untuk mengantar makanan ke tetangga ketika ada hajatan,,, seakan menghilang entah kemana.
“E eeem .... em”, kataku terhenti, kulirik teman sebelah, “ini giliran siapa? Saya ato depan saya”,,,,
Berhubung lama dan hanya diam, akhirnya giliran itupun berlanjut,,, antara gembira dan malu. Beginilah kalau jarang muncul. Kerena memang jarang bisa berkumpul dengan teman-teman sebaya ataupun tetangga. Sebagaian besar waktu yang kupunya banyak digunakan untuk proses pendidikan dan kegiatan disekolah dari smp hingga kuliah.Memang sejak smp aku memilih bersekolah di tempat yang dianggap favorit, salah satu smp favorit yang ada ternyata jaraknya lumayan jauh dari rumah. Dengan sepeda kayuh alias ontel perjalanan ini dapat ditempuh dengan ½ jam olah raga kaki. Melewati beberapa desa dan hamparan luas sawah yang kadang kuning, hijau atau coklat, tergantung musimnya.
Walau harus berpisah dengan teman-teman sepermainan, bahkan merasakan kesendirian dihari pertama masuk, kujalani dengan sepenuh hati. Karena ini pilihanku,...
Tak banyak waktu yang bisa kugunakan semasa smp, dengan jarak yang cukup jauh, tugas-tugas yang menumpuk dan kegiatan sore yang rutin ku ikuti. Sehingga waktu senggang lebih banyak dimanfaatkan untuk istirahat atau bermain dengan tetangga sebelah rumah.
Begitupun sma dan kuliah, lebih jauh lagi jarak yang harus kutempuh bahkan harus menjadi komunitas anak-anak kost, untuk mengoptimalkan pendidikan semasa itu.
Dan hasilnya, siapa yang kemarin meninggal, tetangga mana yang sudah merantau, menikah bahkan yang punya anak, akupun tidak tau.
# # #
Kring... sms masuk,  iya nich udah mau tidur, merem-melek, balesan dari teman yang sejak awal suka mengirim sms yang kadang-kadang g penting, namun cukup membekas dan bahkan sering dinanti-nanti.
# # #
“Sejauh ini, semuanya cukup fasih, Cuma perlu memperhatikan bahasa yang kita gunakan, pastikan itu kromo alus(bahasa yang dianggap sopan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua).” Kata sesepuh sinoman
“Ada yang mau ditanyakan”, lanjutnya
Beberapa pertanyaan dilontarkan, dan telah dijawab pula, hingga beliau menyambung dengan mengkisahkan pengalaman selama menjadi anggota sinoman
“Dulu, sewaktu saya masih menjadi anggota sinoman kegiatan seperti ini sering dilakukan selama 4 kali dalam sebulan dengan program yang tertata,” sambil matanya menyapu para peserta diruang itu, “pekan pertama kerohanian, kedua ketrampilan, ketiga latihan bahasa hantaran, keempat koordinasi.” Tegasnya mejelaskan
“Walaupun belum terasa manfaatnya segera, namun setelah bermasyarakat dan berumah tangga hasil didikan itu akan kita petik. Saya jadi lebih berani untuk menyampaikan sesuatu kepada khalayak ramai ketika rewang, membantu hajat di tempat tetangga, dan tidak merasa sungkan lagi, selain itu, ketika berbaur dengan masyarakat kita tidak akan kagok atau salah tingkah bahkan sudah bisa menempatkan diri secara otomatis. Dengan demikian kita akan lebih mudah diterima dilingkungan tersebut, “jelasnya dengan penuh semangat...
“Saya rasa cukup untuk pertemuan kali ini, kapan-kapan bisa dilanjutkan lagi, saya mohon pamit.” Sembari mengulurkan tangannya menjabat seluruh peserta yang ada di ruang itu
Dan sebagai penutup salampun segera digemakan, dan serempak kami menjawabnya...
# # #
Sebuah fragmen kehidupan, bahwa manusia memang makhluk sosial yang tak bisa lepas dari manusia lainnya,
bayi butuh ibu untuk menyuapi, memandikan, bahkan untuk berjalan dia butuh orang lain
semasa kanak-kanak mereka butuh teman untuk bermain, guru untuk mengajarinya berbagai ilmu, dan tentu saja orang tua yang mengajarinya kepribadiannya
dewasa pun mereka akan terjun kedalam lingkungan keluarga dan masyarakat yang berada ditempat tinggalnya
bahkan ketika kita matipun butuh orang untuk mengurusi kematian kita
disinilah pentingnya untuk bersosialisasi
tentu saja sebagai manusia yang mempunyai visi, bukan hanya bisa bersosialisasi saja yang harus didapatkan namun, kemanfaatan itu senantiasa menyertai dengan keberadaan kita disana.
Kemanfaatan bagi masyarakat, bagi lingkungan sekitar, bahkan bagi peradaban.
“ Nyebur dulu baru digugu “
Begitulah kiranya kalimat yang tepat ketika kita kelak menginjakkan kaki di dakwah masyarakat, seperti klimaks cerita, ketika kita sudah terbiasa bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, kita akan mudah diterima lingkungannya. Sehingga ketika pintu sudah dibuka mau bawa rambutan, gula teh, pisang, surat undangan ataupun hanya sekedar badan akan tetap dipersilahkan masuk oleh yang punya rumah. Dengan demikian tujuan kitapun dapat tersampaikan,...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar